PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
PERKEMBANGAN
BAHASA INDONESIA
- Pengertian
Bahasa
Bahasa
memiliki berbagai definisi bahasa sebagai berikut:
1.
Satu sistem untuk mewakili benda
tindakan gagasan dan keadaan.
2.
Satu peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka kedalam
pikiran orang lain.
3.
Satu kesatuan sistem makna.
4.
Satu kode yang digunakan oleh pakar
linguistik untuk membedakan antara bentuk dan makna.
5.
Satu cabang yang menepati tata bahasa
yang ditetapkan.
Contoh:
( perkataan,kalimat,dan lain-lain).
6.
Satu sistem tuntunan yang akan dipahami
oleh masyarakat lingustik.
- Sejarah
Perkembangan Bahasa Indonesia
Penelusuran
perkembangan bahasa Indonesia bisa dimulai dari pengamatan beberapa
inskripsi(batu bertulis) atau prasasti yang merupakan bukti sejarah keberadaan
bahasa Melayu di kepulauan Nusantara. Prasasti-prasasti itu mengungkapkan
sesuatu yang menggunakan bahasa Melayu, atau setidak-tidaknya nenek moyang
bahasa Melayu. Nama-nama prasasti adalah :
1.
Kedukan Bukit(683 Masehi),
2.
Talang Tuwo ( 684 Masehi),
3.
Kota Kapur (686 Masehi),
4.
Karang Brahi ( 686 Masehi),
5.
Gandasuli ( 832 Masehi),
6.
Bogor ( 942 Masehi ),dan
Prasasti-prasasti
itu memuat tulisan Melayu Kuno yang bahasanya merupakan campuran antara bahasa
Melayu Kuno dan bahasa Sanskerta.
1.
Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di
tepi Sungai Tatang di Sumatera Selatan, yang bertahun 683 Masehi atau 605 Saka
ini dianggap prasasti yang paling tua, yang memuat nama Sriwijaya
2.
Prasasti Talang Tuwo, bertahun 684
Masehi atau 606 Saka, menjelaskan tentang komstruksi bangunan Taman Srikestra
yang dibangun atas perintah Hyang Sri Jayanaca sebagai lambang keselamatan raja
dan kemakmuran negeri. Prasasti ini juga memuat berbagai mantra suci dan
berbagai doa untuk keselamatan raja.
3.
Prasasti Kota Kapur di Pulau Bangsa dan
Prasasti di Karang Brahi di Kambi, keduanya bertahun 686 Masehi atau 608 Saka,
isinya hampir sama yaitu permohonan kepada Yang Maha Kuasa untuk keselamatan
kerajaan Sriwijaya, agar menghukum para pengkhianat dan orang-orang yang memberontak
kedaulatan raja, juga berisi permohonan keselamatan bagi mereka yang patuh,
taat, dan setia kepada raja Sriwijaya.
Sejarah
kuno negeri Cina turut membuktikan tentang keberadaan bahasa Melayu tersebut.
Pada awal masa penyebaran agama Kristen, pengembara-pengembara Cina yang berkunjung
ke Kepulauan Nusantara menjumpai adanya berbagai lingua franca yang mereka namai kw’en
Lun di Asia Tenggara. Salah satu di
antara Kw’en Lun itu oleh I Tsing
diidentifikasi di dalam chronicle-nya
sebagai bahasa Melayu. Untuk keperluan perkembangan bahasa Melayu menjadi
bahasa Indonesia, Traktat London( Perjanjian London) 1824 antara pemerintah
Inggris dan Belanda merupakan tonggak sejarah yang sangat penting. Sebab, pada
traktat itu antara lain berisi kesepakatan pembagian dua wilayah, yaitu:
1. Semenanjung Melayu dan Singapura beserta
pulau-pulau kecilnya menjadi kekuasaan kolonial Inggris;dan
2. Kepulauan Nusantara (Kepulauan Sunda
Besar: pulau-pulau Sumatera, Jawa,sebagian Borneo/Kalimantan, dan Sulawesi;
Kepulauan Sunda Kecil : pulau-pulau Bali, Lombok, Flores, Sumbawa, Sumba,
sebagian Timor, dan lain-lain; Kepulauan Maluku dan sebagian Irian) menjadi
kekuasaan kolonial Belanda.
Bahasa
Melayu era Kerajaan Sriwijaya sangat dipengaruhi oleh bahasa Sansekerta. Karena
sifat kekunoan nya itu, banyak ahli bahasa menyebut bahasa pada era Kerajaan
Sriwijaya itu sebagai bahasa Melayu kuno. Sementara itu, bahasa Melayu pada
sub-era Kerajaan Riau atau Kerajaan Melayu Riau sama sekali tidak dipengaruhi
oleh bahasa Sansekerta dan memiliki ciri khas tersendiri, yaitu Riau. Oleh
sebab itu, bahasa ini disebut “bahasa-bahasa Melayu Riau”. Terdapat tiga
periode dalam sub-era ini.
Pada
peralihan abad ke-15, Malaka juga menjadi pusat penyebaran agama Islam.
Menjelmanya kota itu menjadi pusat penyebaran agama Islam. Degan demikian,
Malaka menjadi pusat dua kegiatan, yaitu perkembangan dan penyebaran bahasa
Melayu, dan penyebaran ajaran agama Islam. Sebenarnya, kedua kegiatan ini
terlaksana secara bersamaan, sebab para guru dan pengajur agama Islam, dalam
melaksanakan misinya itu, mengikuti perjalanan para pelaut dan pedagang,
mempergunakan bahasa Melayu.
Pada
tahun 1511, misionaris Portugis menyerang dan menaklukkan Malaka yang memaksa
dipindahkannya pusat kedua kegiatan tersebut. Pusat perkembangan dan penyebaran
bahasa Melayu, dan penyebaran ajaran agama Islam pindah ke Johor. Meskipun
Malaka dijadikan oleh Portugis sebagai pusat penyebaran agama Kristen, namun
peran sebagai pusat pengembangan dan penyebaran bahasa Melayu tetap
berlangsung. Berkat orang Portugis, penggunaan bahasa Melayu tidak terbatas
hanya di kawasan Asia Tenggara saja, melainkan meluas ke pusat-pusat
perdagangan di India dan Cina Selatan. Sebagai bukti, Ar Raniri, seorang
pengarang dan teolog Islam yang lahir dan besar di India telah menguasai bahasa
Melayu dengan baik ketika ia tiba di Aceh tahun 1637. Hal ini hanya mungkin
apabila bahasa Melayu telah banyak dipergunakan di Gujarat pada masa itu
(Alisjahbana dalam Fishman,1974:394). Bahasa Melayu merambah jalannya juga ke
benua Eropa dalam abad ke-16, karena bahasa Melayu yang dipergunakan oleh para
raja atau pangeran Melayu ketika berkomunikasi dengan raja Portugis. Pada waktu
yang sama, St. Francis Xavier mempergunakan bahasa Melayu untuk mengajak
penduduk Maluku memeluk agama Kristen. Xavier sendiri mengatakan bahwa bahasa
Melayu merupakan bahasa yang dimengerti oleh hampir setiap orang.
Pada
tahun 1719 Raja Kecil, dari Istana Kerajaan Johor, dipaksa memindahkan pusat
kekuasaannya ke Ulu Riau, di Pulau Bintan, salah satu pulau yang bergabung
dalam Kepulauan Riau. Pemindahan ini merupakan permulaan dari suatu periode
dalam pengembangan dan penyebaran bahasa Melayu, yaitu periode Kerajaan Riau
dan Lingga. Dalam periode inilah bahasa Melayu memperoleh ciri ke-Riau-annya,
dan bahasa Melayu Riau inilah yang merupakan cikal bakal bahasa Nasional Indonesia yang dicetuskan oleh Sumpah
Pemuda pada 28 Oktober 1928. Periode Kerajaan Riau dan Lingga tercatat mulai
tahun 1719, ketika didirikan oleh Raja Kecil, sampai dengan tahun 1913, ketika
kerajaan itu dihapus oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Selama keberadaan
kerajaan ini hampir 200 tahun lamanya,ada tiga momentum yang penting sekali
bagi perkembangan dan persebaran bahasa Melayu Riau, yaitu tahun 1808, ketika
Raja Ali Haji Lahir, tahun 1857, ketika Raja Ali Haji menyelesaikan bukunya
berjudul Bustanul Katibin, suatu tatabahasa
normative bahasa Melayu Riau;dan tahun 1894, ketika percetakan Mathaba’atul Riauwiyah atau Mathba’atul
Riauwiyah ini sangat penting karena
melalui buku-buku dan pamphlet-pamflet yang diterbitkannya, bahasa Melayu Riau
tersebar ke daerah lain di Kepulauan Nusantara, yang lebih penting adalah usaha
pembakuan bahasa Melayu Riau sudah dimulai. Selama perang antara Perancis dan
Inggris yang berlangsung di Eropa, yang berakibat Negeri Belanda sempat diduduki
Perancis beberapa tahun, selama itu terjadi pula perang antara kekuasaan
Inggris di Asia Tenggara dan kekuasaan Belanda yang tunduk kepada Pemerintah
Perancis di Kepulauan Nusantara. Dari sudut pengembangan dan penyebaran bahasa
Melayu, konflik antara Inggris dan Belanda sangat penting, karena
kontrofrontasi antarkedua kekuasaan itu berakhir pada pembagian kawasan
Kepulauan Nusantara menjadi dua, berdasarkan variasi bahasa Melayu yang
dipergunakan di kawasan itu, yaitu bahasa
Melayu Johor dan Bahasa Melayu Riau.
Bahasa Melayu Riau yang merupakan bahasa ibu penduduk Kerajaan Riau dan Lingga
dan pulau-pulau di sekitarnya, berkembang dan menyebar dengan sangat pesat, sesuai
dengan keperluan masyarakat yang bersangkutan sebagai alat komunikasi lisan. Bahkan,
sejak berlakunya Persetujuan London atau Traktat London, bahasa Melayu Riau
mendapatkan status yang baik dalam kesustraan dunia. Berbagai karya kesustraan
yang cukup tinggi nilainya yang ditulis oleh penutur asli bahasa Melayu Riau
diterbitkan. Pada tahun 1857, mislanya, Raja Ali Haji menerbitkan bukunya yang berjudul Bustanul Katibin, sebuah buku tatabahasa
normatif bahasa Melayu Riau. Buku tata bahasa ini selama berpuluh-puluh tahun
dipergunakan oleh sekolah-sekolah di wilayah Kerajaan Riau dan Lingga, dan di
Singapura. Pengarang-pengarang lain yang sezaman dengan Raja Ali Haji, mislanya
Raja Ali Tengku Kelana, Abu Muhammad Adnan, dan lain-lain, juga menerbitkan
karya mereka.
Publikasi
karya Raja Ali Haji dan pengarang lain dapat dianggap sebagai upaya awal dalam
proses pembakuan bahasa Melayu Riau. Bahkan, pada permulaan abad ke-20
karya-karya ini dijadikan buku acuan oleh ahli-ahli bahasa Belanda. Bahasa
Melayu Riau yang sedang berkembang pesat dan tumbuh dengan sehat ini oleh
banyak ahli bahasa disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi.
Bahasa
Melayu Riau mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini disebabkan oleh
masyarakat pribumi yang bersifat multi-etnik yang mempunyai bahasa daerah
sendiri-sendiri. Di saming itu, bahasa Melayu yang sejak dulu menjadi lingua franca meningkat statusnya
menjadi bahasa yang memiliki norma
supra-etnik dikuasai oleh hampir semua orang yang suka berlayar atau
berpergian ke mana-mana.
- Beberapa
peristiwa-peristiwa yamg menyangkut perkembangan bahasa Melayu Riau dapat
diungkapkan di bawah ini.
1. Tahun 1856 bahasa Melayu Riau diangkat
oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda sebagai bahasa resmi kedua mendampingi
bahasa Belanda. Pranan ke-lingua franca-an
bahasa Melayu semakin nyata dan penting.
2. Tahun 1901 Charles Van Ophuijsen
menerbitkan bukunya yang berjudul Kitab
logat Melajoe: Wondenlijst voor de Spelling der Maleische Taal yang berisi
sistem ejaan bahasa Melayu mempergunakan huruf latin yang bersifat fonemis.
Sebelumnya bahasa Melayu Riau mempergunakan huruf Arab ( biasa diistilahkan
huruf Jawi) yang bersifat silabik sebagai sistem ejaan. Sistem ejaan van
Ophujisen dengan huruf Latin dianggap lebih sesuai dengan bahasa Melayu.
3. Tahun 1918 bahasa Melayu mulai
dipergunakan di dalam sidang-sidang Volksraad (Dewan Rakyat). Dengan
demikian status bahasa Melayu meningkat menjadi bahasa supraetnik melebihi
bahasa-bahasa daerah lainnya.
4. Tahun 1920 bahasa Melayu menjadi bahasa
Balai Pustaka. Semua buku hasil penerbitan Balai Pustaka mempergunakan bahasa
Melayu. Penyebaran bahasa Melayu ke pelosok Nusantara semakin intensif. Semua
sekolah dasar di desa-desa mempergunakan bahasa Melayu sebagai bahasa
pengantar. Di samping itu, bahasa Melayu juga menjadi bahasa para pejuang
kemerdekaan Indonesia.
5. Pada tanggal 28 Oktober 1928 bahasa
Melayu dijadikan oleh para peserta Kongres
Pemoeda sebagai bahasa persatuan yang tertuang pada butir ketiga Soempah Pemoeda yang diikrarkannya.
6. Pada tahun 1933 bahasa Melayu menjadi
bahasa Poedjangga Baroe sekelompok
pengarang yang menerbitkan berbagai majalah dan buku.
7. Pada tahun 1938 Kongres bahasa
Melayu(Indonesia) di Solo. Kongres ini meletakkan dasar-dasar tentang pemakaian
istilah bahasa Indonesia dan bukan bahasa Melayu lagi.
8.
Tahun 1942-1945 Kepulauan Nusantara
diduduki oleh balatentara Jepang. Bahasa Melayu menjadi satu-satunya bahasa
pengantar pada semua jenjang pendidikan.
9.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 proklamasi
kemerdakaan Indonesia diumumkan ke seluruh dunia dengan menggunakan bahasa
Indonesia. Pasal . . . ayat . . . UUD 1945 memuat bahwa “ Bahasa Indonesia
adalah bahasa nasional dan resmi negara”. Sejak itu bahasa Indonesia menjadi
bahasa Angkatan’45.
10.
Tahun 1954 Kongres Bahasa Indonesia II
di Medan. Kongres ini dihadiri pula oleh utusan dari Semenanjung Malaya dan
Singapura.
11. Tahun 1972 antara Republik Indonesia dan
Negara Malaysia tercapai persetujuan di bidang kebudayaan. Masalah bahasa
termasuk di dalamnya. Terbentuklah Majelis Bahasa Indonesia dan
Malaysia(MABIM).
12.
Pada tanggal 16 Agustus 1972 diumumkan
pemberlakuan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) di Indonesia dan
di Malaysia. Kenyataan ini menjadikan bahasa Melayu sebagai norma supra-nasional.
13.
Pada tanggal 30 Agustus 1975 diumumkan
pula pemberlakuan tatacara pembentukkan istilah di Indonesia dan Malaysia. Hal
ini semakin memperkuat MABIM sehingga Negara Brunai Darussalam dan Republik
Singapura tertarik untuk bergabung di dalam majelis bahasa ini.
14. Kongres Bahasa
Indonesia III dan seterusnya diselenggarakan secara teratur setiap lima tahun.
Kongres Bahasa Indonesia VI tahun 1993 menghasilkan berbagai keputusan yang
memperkuat kedudukan bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa persatuan, bahasa
nasional, bahasa negara, bahasa resmi, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan
dan taknologi(iptek).
15. Kerja sama kebahasan antara Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Negara
Malaysia, Negara Brunei Darussalam, dan Republik Singapura semakin kokoh.
Keadaan ini akan mengantar bahasa Melayu menjadi bahasa komunikasi luas di
kawasan Asia Tenggara untuk selanjutnya diharapkan menjadi salah satu bahasa
dunia di dalam abad ke-21.
Berdasarkan
petunjuk-petunjuk lainnya, dapatlah kita kemukakan bahwa pada zaman Sriwijaya
bahasa Melayu berfungsi sebagai berikut:
1.
Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa
kebudayaan, yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan sastra.
2.
Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa
perhubungan (lingua franca) antarsuku di Indonesia.
3.
Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa
perdagangan, terutama disepanjang pantai, baik bagi suku yang ada di Indonesia
maupun bagi pedagang-pedagang yang datang dari luar Indonesia.
- Peresmian
Nama Bahasa Indonesia
Bahasa
Indonesia dengan perlahan-lahan, tetapi pasti, berkembang tumbuh terus. Pada
waktu akhir-akhir ini perkembangannya itu menjadi demikian pesatnya sehingga
bahasa ini telah menjelma menjadi bahasa modern, yang kaya akan kosakata dan
mantap dalam struktur.
Pada
tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda kita mengikrarkan Sumpah Pemuda. Naskah Putusan
Kongres Pemuda Indonesia Tahun 1928 berisi tiga butir kebulatan tekad sebagai
berikut.
Pertama : kami putra dan putri
Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
Kedua : kami putra dan putri Indonesia mengaku
berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga : kami putra dan putri
Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Pernyataan
yang pertama adalah pengakuan bahwa pulau-pulau yang bertebaran dan lautan yang
menghubungkan pulau-pulau yang merupakan wilayah Republik Indonesia sekarang
adalah satu kesatuan tumpah darah yang disebut Tanah Air Indonesia. Pernyataan
yang kedua adalah pengakuan bahwa manusia-manusia yang menempati bumi Indonesia
itu juga merupakan satu kesatuan yang disebut bangsa Indonesia. Pernyataan yang
ketiga tidak merupakan pengakuan “berbahasa satu”, tetapi merupakan pernyataan
tekad kebahasaan yang menyatakan bahwa kita, bangsa Indonesia, menjunjung
tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia.
Dengan
diikrarkannya Sumpah Pemuda, resmilah bahasa Melayu, yang sudah dipakai sejak
pertengahan Abad VII itu, mejadi bahasa Indonesia.
- Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia
Ejaan
bahasa Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan. Adapun ejaan yang
kita gunakan adalah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Namun sebelum itu telah
digunankan beberapa ejaan yang lain.
1.
Ejaan Van Ophujisen
Ejaan
ini digunakan sejak tahun 1901 sampai Maret 1947 di Indonesia. Ejaan ini
merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf latin, ciri-cirinya huruf “I” untuk
membedakan antara huruf I sebagai akhiran dan karenanya harus dengan diftong
seperti mulai dengan ramai, juga digunakan untu huruf “y” soerabaia. Huruf “j”
untuk mrnuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dan sebagainya. Huruf “oe”
untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dan sebagainya.
Tanda
diakrtitik seperti koma, ain, dan tanda untuk menuliskan kata-kata ma’moer,
‘akal, ta’, pa’, dan sebagainya.
2.
Ejaan Republik
Ejaan
ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan
ini dikenal dengan nama Ejaan Soewandi.
Ciri-ciri
:
a.
Huruf “oe” diganti dengan “u” pada kata
guru, itu, umur dan sebagainya.
b.
Bunyi Hamzah dan bunyi sentak ditulis
dengan “k” pada kata-kata tak, pak, rakjat, dan sebagainya. Kata ulang boleh
ditulis dengan angka 2, seperti kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an. Awalan di-
dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya.
3.
Ejaan Melindo
Di
kenal pada tahun 1959, karena perkembangan politik selama bertahun-tahun
berikutnya diurungkanlah peresmiaan ejaan ini. Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1972 oleh presiden Republik
Indonesia. Berdasarkan putusan presiden No. 57 tahun 1972.
4.
Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan (EYD)
Indonesia
(pra-1972)
|
Malaysia
(pra-1972)
|
Sejak 1972
|
tj
|
ch
|
c
|
dj
|
j
|
j
|
ch
|
kh
|
Kh
|
nj
|
ny
|
ny
|
sj
|
sh
|
sy
|
j
|
y
|
y
|
oe
|
u
|
u
|
Sumber :
Zulkifli,dkk.2014.BAHASA INDONESIA, Mengembangkan Keterampilan
Komunikasi Lisan dan Tulis di Perguruan Tnggi.Tarakan:Imperium
Kongres
Bahasa Indonesia I
Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa
Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha
pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh
cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu. Tanggal 18 Agustus 1945,
dilakukan pendatangan Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal
36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Tanggal 19 Maret 1947
diresmikan penggunaan ejaan
Republik sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku
sebelumnya.
Kongres
Bahasa Indonesia II
Tanggal 28 Oktober hingga 2 November 1954 diselenggarakan
Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini
merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan
bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai
bahasa negara.
Tanggal 16 Agustus 1972 H. M.
Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan
sidang DPR yang
dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum
Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan
Nusantara).
Kongres
Bahasa Indonesia III
Tanggal 28 Oktober hingga 2 November 1978 diselenggarakan
Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta.
Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini
selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia
sejak tahun 1928, juga berusaha memantabkan kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia.
Kongres
Bahasa Indonesia IV
Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati
hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang
tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara,
yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
Kongres
Bahasa Indonesia V
Tanggal 28 Oktober hingga 3 November 1988 diselenggarakan
Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira
tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari
negara sahabat seperti Brunei
Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman,
dan Australia.
Kongres itu ditandatangani dengan mempersembahkan karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara,
yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Kongres
Bahasa Indonesia VI
Tanggal 28 Oktober hingga 2 November 1993 diselenggarakan
Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Diikuti oleh peserta sebanyak 770 pakar
bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia,
Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan,
dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa
Indonesia, serta mengusulkan penyusunan Undang-Undang Bahasa Indonesia.
Kongres
Bahasa Indonesia VII
Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu
mengusulkan pembentukan Badan Pertimbangan Bahasa.
Kongres
Bahasa Indonesia VIII
Pada bulan Oktober tahun 2003, para
pakar dan pemerhati Bahasa Indonesia akan menyelenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia ke- VIII. Berdasarkan Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada bulan
Oktober tahun 1928 yang menyatakan bahwa para pemuda memiliki satu bahasa yakni
Bahasa Indonesia, maka bulan Oktober setiap tahun dijadikan bulan bahasa. Pada
setiap bulan bahasa berlangsung seminar Bahasa Indonesia di berbagai lembaga
yang memperhatikan Bahasa Indonesia. Dan bulan bahasa tahun ini mencakup juga
Kongres Bahasa Indonesia.
Kongres
Bahasa Indonesia IX
Dalam rangka peringatan 100 tahun
kebangkitan nasional, 80 tahun Sumpah Pemuda, dan 60 tahun berdirinya Pusat
Bahasa, pada tahun 2008 dicanangkan sebagai Tahun Bahasa 2008. Oleh karena itu,
sepanjang tahun 2008 telah diadakan kegiatan kebahasaan dan kesusasteraan.
Sebagai puncak dari seluruh kegiatan kebahasaan dan kesusasteraan serta
peringatan 80 tahun Sumpah Pemuda, diadakan Kongres IX Bahasa Indonesia pada
tanggal 28 Oktober-1 November 2008 di Jakarta.
Kongres tersebut akan membahas lima
hal utama, yakni bahasa Indonesia, bahasa daerah,
penggunaan bahasa asing, pengajaran bahasa dan sastra, serta bahasa media
massa. Kongres bahasa ini berskala internasional dengan menghadirkan para
pembicara dari dalam dan luar negeri. Para pakar bahasa dan sastra yang selama
ini telah melakukan penelitian dan mengembangkan bahasa Indonesia di luar
negeri sudah sepantasnya diberi kesempatan untuk memaparkan pandangannya dalam
kongres tahun ini.
Kongres Bahasa Indonesia ke-X yang
dibuka bertepatan peringatan Sumpah Pemuda 28 – 31 Oktober 2013 di
Jakarta
Dalam Kongres Bahasa Indonesia (KBI) X, setelah mendengar dan memperhatikan
sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) merekomendasikan hal-hal
yang perlu dilakukan oleh pemerintah.
Rekomendasi tersebut berdasarkan laporan Kepala Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa, serta paparan enam makalah pleno tunggal, di antaranya 16
makalah sidang pleno panel, 104 makalah sidang kelompok yang tergabung dalam
delapan topik diskusi panel, dan diskusi yang berkembang selama persidangan,
KBI X.
Ketua Tim Perumus Kongres Bahasa Indonesia X Prof. Dr. Gufron Ali Ibrahim, M.S.
merumusan Kongres bahasa Indonesia X tersebut, yaitu:
Rekomendasi Ke-1
Pemerintah perlu memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia melalui
penerjemahan dan penebitan, baik nasional maupun
internasional, untuk mengejawantahkan konsep-konsep
berbahasa Indonesia guna menyebarkan ilmu pengetahuan dan teknologi ke seluruh
lapisan masyarakat.
Rekomendasi Ke-2
Badan pengembangan dan Pembinaan Bahasa
perlu berperan lebih aktif
Melakukan penelitian, diskusi, penataran, penyegaran,
simulasi, dan pendampingan dalam implementasi Kurikulum 2013 untuk mata
pelajaran Bahasa Indonesia.
Rekomendasi Ke-3
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dan Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) perlu bekerja sama dalam upaya meningkatkan mutu pemakaian bahasa dalam
buku materi pelajaran.
Rekomendasi Ke-4
Pemerintah perlu meningkatkan sosialisasi hasil-hasil pembakuan bahasa
Indonesia untuk kepentingan pembelajaran bahasa Indonesia dalam rangka
memperkukuh jati diri dan membangkitkan semangat kebangsaan.
Rekomendasi Ke-5
Pembelajaran bahasa Indonesia perlu dioptimalkan sebagai media pendidikan
karakter untuk menaikkan martabat dan harkat bangsa.
Rekomendasi
Ke-6
Pemerintah perlu memfasilitasi studi kewilayahan yang berhubungan dengan
sejarah, persebaran, dan pengelompokkan bahasa dan sastra untuk memperkukuh
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Rekomendasi Ke-7
Pemerintah perlu menerapkan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) untuk
menyeleksi dan mempromosikan pegawai, baik di lingkungan pemerintah maupun
swasta, guna memperkuat jati diri dan kedaulatan NKRI, serta memberlakukan UKBI
sebagai "paspor bahasa" bagi tenaga kerja asing di Indonesia.
Rekomendasi
Ke-8
Pemerintah perlu menyiapkan formasi dan menempatkan tenaga fungsional
penyunting dan penerjemah bahasa di lembaga pemerintahan dan swasta.
Rekomendasi Ke-9
Untuk mempromosikan jati diri dan kedaulatan NKRI dalam rangka misi perdamaian
dunia, pemerintah perlu memperkuat fungsi Pusat Layanan Bahasa (National
Language Center) yang berada di bawah tanggung jawab Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa.
Rekomendasi Ke-10
Kualitas dan kuantitas kerjasama dengan berbagai pihak luar negeri untuk
menginternasionalkan bahasa Indonesia perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan,
baik di tingkat komunitas ASEAN maupun dunia internasional, dengan dukungan
sumber daya yang maksimal.
Rekomendasi Ke-11
Pemerintah perlu melakukan
"diplomasi total" untuk menginternasionalkan bahasa Indonesia dengan
melibatkan seluruh komponen bangsa.
Rekomendasi Ke-12
Presiden/Wakil Presiden dan pejabat negara perlu melaksanakan secara konsekuen
Undang-Undang (UU) RI Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang
Negara, serta Lagu Kebangsaan dan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2010
tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dalam pidato Resmi Presiden dan/atau Wapres
serta Pejabat Negara lainnya.
Rekomendasi Ke-13
Perlu ada sanksi tegas bagi pihak yang melanggar Pasal 36 dan Pasal 38 UU Nomor
24 Tahun 2009 sehubungan dengan kewajiban menggunakan bahasa Indonesia untuk
nama dan media informasi yang merupakan pelayanan umum.
Rekomendasi Ke-14
Pemerintah perlu menggiatkan sosialisasi kebijakan penggunaan bahasa dan
pemanfaatan sastra untuk mendukung berbagai bentuk industri kreatif.
Rekomendasi Ke-15
Pemerintah perlu lebih meningkatkan kerjasama dengan komunitas-komunitas sastra
dalam membuat model pengembangan industri kreatif berbasis tradisi lisan,
program penulisan kreatif, dan penerbitan buku sastra yang dapat diapresiasi
siswa dan peminat sastra lainnya.
Rekomendasi Ke-16
Pemerintah perlu mengoptimalkan penggunaan teknologi informatika dalam
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
Rekomendasi Ke-17
Perlindungan bahasa-bahasa daerah dari ancaman kepunahan perlu dipayungi dengan
produk hukum di tingkat pemerintah daerah secara menyeluruh.
Rekomendasi Ke-18
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa perlu meningkatkan perencanaan dan penetapan
korpus bahasa daerah untuk kepentingan pemerkayaan dan peningkatan daya ungkap
bahasa Indonesia sebagai bahasa penjaga kemajemukan Indonesia dan pilar penting
NKRI.
Rekomendasi Ke-19
Pemerintah perlu memperkuat peran bahasa daerah pada jalur pendidikan formal
melalui penyediaan kurikulum yang berorientasi pada kondisi dan kebutuhan
faktual daerah dan pada jalur pendidikan nonformal atau informal melalui
pembelajaran bahasa berbasis komunitas.
Rekomendasi Ke-20
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa perlu meningkatkan pengawasan
penggunaan bahasa untuk menciptakan tertib berbahasa secara proporsional.
Rekomendasi Ke-21
Pemerintah perlu mengimplementasikan
kebijakan yang mendukung eksistensi karya sastra, termasuk produksi dan
reproduksinya, yang menyentuh identitas budaya dan kelokalannya untuk
mengukuhkan jati diri bangsa Indonesia.
Rekomendasi Ke-22
Penggalian karya sastra harus terus digalakkan dengan dukungan dana dan
kemauan politik pemerintah agar karya sastra bisa dinikmati sesuai dengan
harapan masyarakat pendukungnya dan masyarakat dunia pada umumnya.
Rekomendasi Ke-23
Pemerintah perlu memberikan apresiasi dalam bentuk penghargaan kepada sastrawan
untuk meningkatkan dan menjamin keberlangsungan daya kreativitas sastrawan
sehingga sastra dan sastrawan Indonesia dapat sejajar dengan sastra dan
sastrawan dunia.
Rekomendasi Ke-24
Lembaga-lembaga pemerintah terkait perlu bekerja sama mengadakan
lomba-lomba atau festival kesastraan, khususnya sastra tradisional, untuk
memperkenalkan sastra Indonesia di luar negeri yang dilakukan secara rutin dan
terjadwal, selain mendukung festival-festival kesastraan tingkat internasional
yang sudah ada.
Rekomendasi Ke-25
Peran media massa sebagai sarana pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia
di kancah internasional perlu dioptimalkan.
Rekomendasi Ke-26
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) perlu
mengingatkan dan memberikan teguran agar lembaga penyiaran menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
Rekomendasi Ke-27
KPI menerima usulan dari masyarakat untuk menyampaikan teguran kepada
lembaga penyiaran yang tidak menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan
benar.
Rekomendasi Ke-28
Diperlukan kerjasama yang sinergis dari semua pihak, seperti pejabat negara,
aparat pemerintahan dari pusat sampai daerah, media massa, Dewan Pers, dan
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, demi terwujudnya bahasa media massa
yang logis dan santun.
Rekomendasi Ke-29
Literasi pada anak, khususnya sastra anak, perlu ditingkatkan agar
nilai-nilai karakter yang terdapat dalam sastra anak dipahami oleh anak.
Rekomendasi Ke-30
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa harus memperkuat unit yang bertanggung
jawab terhadap sertifikasi pengajar dan penyelenggara BIPA.
Rekomendasi Ke-31
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa berkoordinasi dengan para pakar
pengajaran BIPA dan praktisi pengajar BIPA mengembangkan kurikulum, bahan ajar,
dan silabus yang standar, termasuk bagi Komunitas ASEAN.
Rekomendasi Ke-32
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa memfasilitasi pertemuan rutin dengan
SEAMEO Qitep Language, SEAMOLEC, BPKLN, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud), dan perguruan tinggi untuk menyinergikan penyelenggaraan
pengajaran BIPA. Dan pemerintah Indonesia harus mendukung secara moral dan
material pendirian pusat studi atau kajian bahasa Indonesia di luar negeri.
Sejarah panjang di atas menunjukkan betapa berharganya bahasa Indonesia yang
sekarang kita gunakan. Sejarah tersebut masih akan terus terukir
sepanjang kita sebagai Bangsa Indonesia mau menghargai dan menjaga
kelestariannya. Cara termudah untuk menghargai dan menjaganya adalah dengan
menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari kita dengan baik dan
benar. Tidak hanya sekedar menggunakan, namun juga adanya rasa kebanggaan
setiap kita menggunakan. Sejarah Bahasa Indonesia yang telah dengan susah payah
ditorehkan hingga saat ini tentunya hanya akan menjadi sebuah cerita indah bagi
anak cucu kita, tanpa bisa mereka rasakan dan gunakan lagi, apabila kita tidak
menjaganya mulai sekarang. Bangga Berbahasa Indonesia.
Komentar
Posting Komentar